Life Is

Berniat Menguatkan Niat

Hari ini, aku pulang ke Bandung. Naik travel dari Jakarta pukul 04.45, tiba di Bandung sekitar pukul 7 pagi. Aku sengaja memilih perjalanan paling pagi, agar tidak terjebak kemacetan. Maklum, long weekend. Pasti akan ada banyak plat B yang hendak menghabiskan hari libur di kota kembang.

Sesampainya di pool travel Bandung, mataku tertumbuk pada sesosok lelaki tanggung. Ah, ternyata itu adikku. Ia tampak makin dewasa. Tapi setelah dipikir-pikir, itu wajar sih menurutku. Toh tahun ini ia akan masuk kuliah.

Sebuah rumah bercat merah muda akhirnya terpampang di depan wajahku. Pagarnya tidak tertutup rapat, sehingga aku dapat dengan leluasa memasuki pekarangan. Kulangkahkan kaki ke dalam sembari mengamati keadaan sekitar. Ternyata, rerumputannya masih sama hijaunya dengan ingatanku dua bulan lalu. Kala terakhir aku berada di sini.

Salam kuucapkan begitu kakiku beradu dengan lantai putih nan bersih. Seorang wanita menjawab salamku. Wanita yang melahirkanku.

Mama. Lama tidak berjumpa. Aku kangen sekali. 

Kucium tangannya, dan beliau pun mencium kedua pipiku. “Kamu kurusan ya sekarang?” itu kalimat pertama yang beliau ucapkan begitu melihatku. Sementara aku hanya cengengesan seraya meng-iya-dong-siapa-dulu-kan pertanyaannya itu. Beliau tersenyum lebar sambil mengacak-acak rambutku. Tatapannya lembut dan penuh kasih sayang. Kasih sayang yang tulus, tanpa pamrih. Kasih sayang yang aku tahu tidak akan pernah berubah. Kasih sayang yang murni dan apa adanya.

Aku balik menatapnya, dan merasa sedikit terkejut. Beliau tampak lebih tua dari ingatan terakhirku. Cantik seperti biasa, namun tampak jauh lebih tua. Agak tidak masuk akal rasanya kalau ini terjadi hanya dalam waktu dua bulan.

Kupaksa otakku berpikir keras, memutar memori tentang Mama. Aku membuka laci-laci ingatanku. Mencari-cari di balik setiap tumpukan folder, ada apakah gerangan?

Untungnya, aku tidak perlu terlalu lama mengobrak-abrik isi kepalaku karena jawabannya telah kuperoleh.

Ini bukan tentang Mama yang mengalami penuaan dini. Bukan, bukan sama sekali. Ini tentang aku, yang tidak memperhatikan beliau.  Seperti pepatah bijak pernah berkata “we’re just too busy growing up, and forgetting that our parents are busy growing old.”

Mungkin hal yang kurasakan ini, sama seperti yang dirasakan oleh para orang tua yang melewatkan pertumbuhan buah hatinya. Iya, sama seperti mereka yang melewatkan fase-fase penting perkembangan sang anak karena terlalu sibuk bekerja. Dan itu rasanya tidak enak. Ada sedikit rasa menyesal, tapi ya sudahlah. Yang penting ke depannya, aku harus menyempatkan waktuku untuk keluarga. Kalau tidak bisa sering-sering pulang, paling tidak aku harus sering menelepon, sekedar menanyakan kabar. Itu niatku. Aku berniat untuk menguatkan niat ini, dan merealisasikannya dalam bentuk perbuatan.

Akhirnya sebagai penutup, aku ingin menanyakan sesuatu.

Sudahkah kamu mencium ibumu hari ini?

Aku, sudah.

:)

One thought on “Berniat Menguatkan Niat

Leave a comment