Reviews

5 cm the Movie: Sorry to Say

5cm-movie-poster
5 cm Movie Poster

Minggu lalu gue akhirnya nonton 5 cm the movie. Gue belum baca novelnya, tapi sekarang gue mau nulis review filmnya aja. Buat yang belum nonton tapi ada niat untuk nonton ke depannya, jangan baca tulisan ini dulu deh. Spoiler di mana-mana soalnya haha.

5 cm sendiri sebenarnya merupakan film adaptasi dari novel yang berjudul sama karangan Donny Dhirgantoro. Ceritanya berkisar tentang kehidupan lima sahabat yaitu Genta (Fedi Nuril), Ian (Igor Saykoji), Zafran (Herjunot Ali), Arial (Denny Sumargo), dan Riani (Raline Shah).

Kelima sahabat ini diceritakan sangat dekat, sudah sepuluh tahun bersama. Ke mana-mana bareng. Bareng ke mana-mana. Halah. Nah, saking dekatnya, mereka jadi bosan. Genta mengusulkan agar mereka tidak ketemu dan saling kontak dulu selama tiga bulan. Genta selaku yang punya ide, merahasiakan tempat pertemuan mereka tiga bulan lagi.

Singkat cerita, ternyata Genta “memaksa” mereka ke puncak tertinggi Jawa. Mahameru. Yap. Tempat pertemuan yang dirahasiakan itu ternyata adalah Mahameru. Puncak tertinggi Gunung Semeru.

Walaupun sekawanan ini, terutama Ian, jarang berolah raga, mereka semua sampai dengan selamat di puncak Mahameru. Sempat ada kejadian dramatis dengan matinya Ian lantaran tertimpa bebatuan yang runtuh. Semua temannya sudah sedih. Nangis-nangis gak karuan. Tapi ternyata dia gak jadi mati. Cuma pingsan ternyata. Hahahaha. Untuk transisi dari tragedi ke komedinya di scene yang ini sih gue suka. Dapet dodolnya.

Selain naik-naik gunung, tentunya ada percikan romansa di antara mereka. Seperti Genta yang ternyata naksir Riani dan akhirnya memberanikan diri menyatakan perasaannya. Tapi ternyata Riani malah naksir Zafran. Ternyata lagi, adeknya Arial yaitu Dinda (Pevita Pearce) menaruh hati kepada Genta. Padahal sepanjang film, penonton seperti digiring bahwa Dinda akan bersama dengan Zafran dan Genta akan bersama Riani. Tapi ternyata enggak. Ya ending-nya nge-twist gitulah.

Yak, yang barusan itu super spoiler! Buat yang belum nonton, nyesel kan udah baca? Bhahahahahahak.

Oke, sinopsis filmnya cukup sampai di sana. Sekarang mulai opini gue dari beberapa aspek. *kibas poni*

Dari segi cerita, 5 cm bagus. Bagus banget malah gue bilang. Tapi dari segi eksekusi film, sorry to say, 5 cm sangat tidak memuaskan. Gue ulangi. Sangat tidak memuaskan.

Kenapa gue bilang gitu?

Faktor utama dan pertama yang sangat mengganggu adalah kemampuan akting para pemainnya. Dari kelima sahabat tersebut (enam deh, ditambah satu adeknya Arial), yang bisa bermain natural hanya Herjunot Ali. Hmm, Igor Saykoji lumayanlah.

Sisanya? Hadeh. *tepok jidat*

Yang paling parah sih Raline Shah. Sumpah, liat dia nyengir aja rasanya kaku. Gak enak. Pertanyaan gue, kenapa dia bisa lulus casting ya? Karena gue melihat artis-artis sinetron pendatang baru malah kayaknya bisa akting lebih baik dan juga gak kalah cantik. Sorry to say.

Raline Shah juga yang paling gak berhasil memunculkan karakter tokohnya. Cirinya Riani apa? Selalu minta kuah Indomie ke Ian? *angkat bahu*

Sementara yang lain, gue masih bisa membaca karakter tokohnya. Zafran yang melankolis caur. Genta yang berjiwa pemimpin dan ambisius. Ian yang badutnya geng. Atau Arial yang suka grogi kalau berhadapan dengan wanita.

Dan oh, untuk akting Fedi Nuril pun gue sebenarnya masih agak kecewa. Gak terlalu keluar jiwa pemimpinnya. Di beberapa scene malah dia kelihatan lebay ketika sedang mengungkapkan mimpi-mimpinya. Bukannya keliatan sebagai pemimpin, tapi malah kayak agen MLM. Sorry to say.

Oke. Cukup dengan akting pemain. Lanjut ke dialog. Banyak orang yang berpendapat bahwa dialog 5 cm sangat kaku. Nationalism lines-nya pun terkesan maksa.

Sedikit banyak gue sepakat sih.

Karena yang paling bikin gue pingin fast forward seandainya gue nonton di DVD adalah, scene ketika mereka baru mau naik gunung. Jadi di scene itu mereka masing-masing membaca satu baris kalimat nasionalis.

Kalimatnya kurang lebih gini: ‘Kita hanya butuh kaki yang melangkah lebih jauh dari biasanya!’ , ‘tangan yang bergerak lebih banyak dari biasanya!’, ‘mata yang melihat lebih banyak dari biasanya!’,’mulut yang lebih sering mengucap doa!’. Trus apalagi gitu, gak inget gue. Intinya ya gitu deh.

Ya, niatnya nasionalis sih. Tapi sayang jatuhnya malah kaku banget. Gak enak dilihat. Apalagi di ending muncul lagi kalimat balas-balasan itu. Lebih panjang lagi malah. Soalnya ditambah dengan mereka berenam yang mengenalkan diri plus mengucapkan kalimat-kalimat nasionalis. Duh, kalo nonton TV mah udah ganti channel deh gue. Serius.

Mungkin dialognya memang agak kaku. Gak ngalir. Namun setelah gue pikir-pikir lagi, mungkin nggak sih penyebab terlihat kakunya dialog dan maksanya nationalism lines-nya itu akibat akting jelek pas-pasan  para pemainnya?

Bisa jadi.

Karena gue bisa membayangkan seandainya Lukman Sardi atau Deddy Mizwar yang mengucapkan kata-kata itu, mungkin hasil akhirnya jadi beda. Ingat film Nagabonar Jadi 2? Ada scene Deddy Mizwar “memarahi” patung Jenderal Sudirman di Jalan Sudirman Jakarta lantaran posenya yang seperti memberi hormat. Gue gak inget pasti kata-katanya. Intinya dia kecewa kenapa sang jenderal memberi hormat kepada mereka yang tak seharusnya dihormati.

Di scene tersebut, dialognya juga bukan tipe yang percakapan ngalir sehari-hari. Tapi begitu mendengarnya, rasa nasionalisme kita muncul. Bukan malah pingin ganti channel karena jatuhnya aneh.

Duh. Emang sulit sih kayaknya nyari pemain dengan akting sekelas mereka. Hiks.

Dari segi sinematografi, lumayanlah. Mata gue termanjakan dengan pemandangan Mahameru. Walaupun di beberapa scene agak kecele juga sih. Karena bukan satu dua kali pemainnya menganga lebay karena keindahan Mahameru. Gue expect scene selanjutnya yang akan gue liat bernilai 8, tapi ternyata cuma 6,5-7. Ya, gak jelek sih. Kecewa karena ketinggian ekspektasi aja. Secara keseluruhan sinematografi sih lumayan baik.

Apa lagi ya?

Udah ah segitu aja unek-unek opininya.

Intinya sih gue agak kecewa dengan film ini.  Nilainya dua dari lima bintang lah.

Sayang banget soalnya. Ceritanya udah bagus. Mahamerunya udah cantik. Tapi eksekusinya malah gak maksimal. Mungkin bisa jadi perhatian buat para film maker di kemudian hari.

Anyway, gue sangat menghargai kerja keras semua pihak yang terlibat. Seenggaknya ada warna baru di perfilman Indonesia yang sekarang lagi marak dengan film horor semiporno.

Maju terus anak film! Tetap semangat berkarya! (‘-‘)9

12 thoughts on “5 cm the Movie: Sorry to Say

  1. eh iya, bener. tadinya sih mikir, dialognya yang terlalu kaku. tapi perbandingan sama aktingnya dedy mizwar itu nampar banget.

    berarti, oktor baru dibilang jago akting kalo bisa membuat hal yang aslinya kaku jadi natural. not just about what do you say, but how do you say it.

  2. Wohoooo… awalnya niat nonton film ini Laph, tapi gw kebayang banget dari review lu.
    Pas adegan Dedi Mizwar marahin patung Jenderal Sudirman itu gw beneran mbrebes mili saking terharunya.
    Mending abca bukunya aja deh kalo begitu *gw belom bacaaa*

  3. wah iya bener banget tuh, kaku aktingnya, buat ngobatin rasa kecewanya coba deh baca novelnya, jauh lebih nendang baca novelnya dr pada film nya :)

  4. gw tetep memeleh sama mukanya junot, gantenganya masya allah. udah gitu aja.
    bagus ga ekting mereka iya sih emang kaku. tapi segaknya terkabullah novel yg dari jaman semesrer dua gw baca akhirnya di filmin, dan last comment, harusnya bukan Rahline yg jadi Riana tapi gw, behahahaha……..

    *makin ga ada yg nonton

Leave a comment