Reviews

Sapiens (Part 2): The Agricultural Revolution

Masih dalam rangka membaca buku Sapiens: The Brief History of Humankind yang ditulis oleh Yuval Noah Harari.

Yuval Noah Harari bergelar PhD in History dari University of Oxford. Sekarang ia mengajar di Hebrew University of Jerusalem dengan spesialisasi World History.

Pic 1
Yuval Noah Harari

Gue akan menceritakan tentang bagian kedua yaitu The Agricultural Revolution. Tulisan ini melanjutkan Sapiens (Part 1): The Cognitive Revolution yang sudah pernah gue ceritakan di sini.

Ada banyak hal yang menarik di bagian kedua dari buku ini, walaupun gue gak sepenuhnya sepakat dengan beberapa pandangan penulisnya.

Antara gak sepakat atau gak terima sih sebenernya haha.

Hal pertama yang ia ceritakan bahwa Agricultural Revolution adalah history’s biggest fraud. Nah lho. Kenapa bisa begitu?

Pic 1
Agricultural Revolution was history’s biggest fraud

Sebelum Agricultural Revolution dimulai, nenek moyang kita adalah penjelajah yang mendapatkan makanan dari berburu dan mengumpulkan bahan alami dari bumi (istilahnya hunter-gatherer).

Leluhur hunter-gatherer kita hidup berbahagia dan berkecukupan. Apabila alam sekitar mereka sudah gak ada yang bisa dikonsumsi, mereka pindah ke tempat lain yang masih menyimpan banyak makanan. Nenek moyang kita hidup nomaden, berpindah-pindah, menuju ke tempat yang dapat mencukupi kebutuhan perut.

Enak banget ya hidup mereka. Simple banget haha.

Gue laper, gue makan. Gak ada makanan di sini, gue pindah. Asli gampang banget kayaknya haha.

Nenek moyang hunter-gatherer kita akhirnya mendapat ide untuk mulai bercocok tanam. Harapannya sih indah, dapat mencukupi kebutuhan pangan untuk semua manusia di geng mereka. Namun ternyata, nenek moyang kita yang petani hidupnya malah lebih ribet daripada leluhur kita yang hunter-gatherer.

Ribet ngurusin tanamannya. Capek. Udahnya capek ngurusin ladang, secara nutrisi malah lebih bagus zat-zat makanan yang diperoleh oleh hunter-gatherer. Soalnya hunter-gatherer makanannya lebih variatif. Mereka bisa makan siput, jamur, kelinci. Macem-macem deh. Gak melulu gandum kayak nenek moyang petani kita.

Selain bikin capek, Agricultural Revolution malah berdampak ke ledakan penduduk.

Ketersediaan bahan makanan yang cukup membuat para wanita jadi lebih punya waktu untuk hamil dan mengurus anak. Kalo jaman hunter-gatherer mah ribet kalo mau hamil tiap tahun. Wong bentar-bentar pindah.

Jadi, nenek moyang petani harus bekerja lebih keras untuk mencukupi kebutuhan manusia yang jumlahnya tumbuh pesat. Kayak lingkaran setan gitu. Gara-gara bahan pangan cukup, jumlah manusia melonjak jadi lebih banyak, jadi mereka harus bekerja lebih keras untuk mencukupi kebutuhan makan semua manusia.

Malah makin capek dan tidak bahagia kan jadinya? Makanya penulis bilangnya Agricultural Revolution was history’s biggest fraud.

Terus, dia juga bilang kalau kita tuh dipiara gandum. Bukan kita yang miara gandum.

20190202_214532
Wheat domesticated human.

Seolah-olah emang kita yang menjinakkan gandum. Tapi kalo mau dilihat lagi, penulis mikirnya kalo kita yang dijinakkan oleh gandum. Gandum kehausan, manusia bikin irigasi. Gandum gak suka sama batu-batuan, manusia sakit pinggang menyingkirkan bebatuan. Gandum sakit, manusia ribet jagain gandum biar jauh dari cacing dan penyakit tanaman. Gandum diserang binatang, manusia bikinin pagar buat melindungi gandum.

Jadi yang dijinakkan tuh sebenernya kita apa gandum? HAHAHA. Siaul.

Gue gak terima di bagian ini sih. Menurut gue tetap kita yang miara gandum. Argumennya apa? Gak ada. Pokoknya gue gak suka kita dibilang dipiara sama gandum. HAHA.

Nah terus, udah tahu kalau Agricultural Revolution malah nyusahin hidup, kenapa gak balik jadi hunter-gatherer?

Jawabannya karena mungkin peralihan dari hunter-gatherer menjadi petani dilakukan perlahan-lahan dalam ribuan tahun. Jadi semua leluhur petani kita udah gak inget cara lain untuk bertahan hidup. Yang mereka tahu kalau mau hidup ya lo harus bercocok tanam. Kalo gak gitu, nanti lo mati kelaparan.

20190202_214650
People Nowadays

 

Ya sama lah kayak manusia modern. Berapa banyak sih anak baru lulus kuliah yang kerja di firm ternama, bersumpah nanti pas umur 35 bakal berhenti kerja dan lalu mengikuti passion mereka. Banyak kan yang kayak gitu?

Tapi begitu umur 35, apa yang terjadi? Mereka punya keluarga, cicilan rumah, cicilan mobil, biaya anak sekolah, dan lain sebagainya yang duitnya bikin sakit kepala. Terus apakah mereka bakal beneran berhenti kerja seperti sumpah mereka jaman muda, trus mengikuti passion mereka?

Haha, gak dong. They’ll double the effort and keep slaving away. HAHA. Jlep.

Iya banget. Gak mungkin balik ke cara hidup yang lama. Terusin aja cara hidup yang sekarang untuk memenuhi kebutuhan yang semakin banyak.

Tapi ya kita gak bisa nyalahin leluhur petani kita di jaman Agricultural Revolution. Niat mereka baik kok. Ingin memenuhi kebutuhan hidup. Tapi apa daya, hal tersebut malah jadi kayak bumerang, karena bikin hidup malah jadi lebih capek dan ribet.

Penulis membuat analoginya di jaman modern kayak gini. Pic 4

Dulu, manusia berkirim surat. Butuh waktu berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan untuk surat tersebut tiba dan dibaca penerima.

Semakin modern jaman, semakin modern pula urusan surat-menyurat. Manusia menciptakan surat elektronik (e-mail) yang bisa sampai ke penerima dalam hitungan menit. Balasan juga bisa diterima dalam hitungan menit.

Tapi apakah berarti hidup kita jadi lebih santai? Lebih indah?

Gak juga.

Jaman surat elektronik membuat manusia diekspektasi untuk menjawab lebih cepat. Surat elektronik yang diharapkan bakal menghemat waktu malah jadi bikin manusia hidup dengan lebih terburu-buru. Malah bikin makin stress.

How ironic.

Jaman modern sama banget kayak jaman leluhur kita. Niatnya bercocok tanam biar hidup lebih indah, eh tahunya malah kena luxury trap, hidup malah jadi lebih tidak bahagia. Kasian ya kita haha.

Trus, selain bercocok tanam, leluhur kita dulu juga mulai miara binatang ternak. Binatang yang diternakkan manusia adalah ayam, domba, babi, dan sapi.

Ada yang agak miris sih dari cara manusia menyeleksi binatang ternaknya.

Misalnya domba.

Domba jantan yang agresif, yang gak bisa dikontrol manusia, disembelih duluan. Domba betina yang kepo, suka jalan keluar rombongan karena keingintahuannya sehingga merepotkan si penggembala, disembelih lebih dahulu. Domba yang kurus, disembelih duluan.

Setelah melewati beberapa generasi, domba-domba menjadi lebih gemuk, lebih penurut dan lebih gak kepo. Hal tersebut karena gen domba kurus, kepo, dan agresif sudah lama dipunahkan oleh leluhur kita dulu.

Aduh miris ya.  Ini gue antara sedih sama kasian sih dengernya.

Pic 5
How to Eliminate Lambs

 

Trus, buku ini juga bercerita tentang “kekejaman” manusia terhadap binatang ternak.

Misalnya terhadap ayam dan sapi. Dari sudut pandang evolusi, ayam mungkin salah satu yang tersukses. Karena keberhasilan suatu spesies diukur dari jumlah copy DNA yang ada di muka bumi.

Pic 7
Domesticated Animals

Jumlah ayam memang banyak banget sekarang di muka bumi. Mencapai 25 miliar ekor. Disusul oleh domba, sapi, dan babi yang jumlahnya masing-masing mencapai 1 miliar ekor di bumi. Secara jumlah, binatang ternak itu sukses. Tapi secara level kebahagiaan, mereka adalah binatang-binatang yang nasibnya paling menyedihkan.

Pic 7
Chickens’ Life Span

 

Kenapa demikian?

Ya karena binatang ternak itu tidak bahagia sama sekali.

Misalnya ayam. Umur natural ayam adalah 7-12 tahun. Lumayan panjang untuk ukuran hewan ternak.

Tapi, mayoritas peternakan menyembelih ayam di hitungan minggu atau bulan. Karena secara ekonomi, buat apa nungguin ayam selama 3 tahun, kalo dalam 3 bulan mereka sudah mencapai berat maksimum? Buang-buang biaya aja miara mereka lama-lama. Potong aja lah udah pas umur 3 bulan. Ya kan?

Iya.

Sedih ya dengernya.

Iya.

Kasian ya?

Banget.

Pic 8
OMFG!

 

Trus sapi.

Sapi di jaman modern tuh kasian banget. Ditunjukin di foto di atas kalo sapi selama hidupnya tinggal di kandang yang cuma gede dikit dari badannya. Selama 4 bulan umurnya, sapi gak pernah keluar kandang. Gak pernah ketemu dan main sama temennya. Cuma diem gak banyak gerak di dalam kandang.

Karena jarang bergerak, dagingnya jadi lembut gak berotot. Enak untuk dijadiin daging steak.

Satu-satunya kesempatan mereka meluruskan badan, keluar kandang, dan ketemu temennya adalah hari di mana mereka akan berjalan ke tempat penyembelihan.

OMFG!

Humans, why are you so cruel?

Pantes aja sekarang lagi musim banget dijual daging sapi yang grass-fed. Bilangnya sih sapi-sapinya dilepas di padang rumput. Sapi-sapinya cari makan sendiri, gak dikandangin, jadi mereka bahagia. Daging sapi model gini dijual mahal di supermarket. Kalau memang benar diternakkan dengan cara yang demikian, wajar sih kalo dihargain mahal. Tega banget soalnya ternakin sapi dalam kandang sesempit itu dan baru dikeluarkan pas mau dipotong.

Humans, you are so heartless. Sedih gue bacanya, asli.

…..

Ok. Gak perlu bersedih lama-lama. Mari lanjut lagi ke poin menarik selanjutnya.

Agricultural Revolution disebutkan membuat level kecemasan manusia meningkat. Manusia cemas kalo hujan tidak turun. Manusia cemas kalo nanti ada binatang liar mengganggu ladangnya. Manusia cemas kalo nanti benih yang mereka tanam tidak tumbuh.

Cemas.

Di mana level kecemasan semacam itu nyaris nol untuk leluhur kita hunter-gatherer.

Hunter-gatherer sangat jarang berpikir tentang bulan depan hidup mereka bakal gimana. Ya iyalah ya, wong bisa jadi minggu depan mereka pindah tempat tinggal. Nyari makan ke tempat lain. Ngapain mikirin jauh-jauh bulan depan hidupnya gimana?

Hal ini kontras dengan leluhur kita yang petani. Mereka memikirkan nasib mereka bulan depan, tahun depan, bahkan satu dekade selanjutnya harus gimana. Mereka cemas apakah bahan makanan cukup tersedia sampai jangka waktu tertentu.

Menurun ke manusia modern sih ya kecemasan semacam ini haha.

(In my deepest heart, I wish we’re still in hunter-gatherer mode.)

Terus, ada yang menarik lagi. Tentang tulisan peninggalan leluhur kita.

Di jaman Agricultural Revolution, sudah mulai ada tulisan yang ditemukan. Ditulis di atas tanah liat.

Jangan harap tulisan yang ada berupa kata-kata mutiara ya guys. Boro-boro. Tulisan pertama yang ditemukan di jaman Agricultural Revolution adalah tulisannya akuntan! HAHA. Accountants, you should be proud!

Pic 9
Earliest Messages Our Ancestors Have Left Us.

 

Bunyi tulisannya gini, “29,086 measures barley 37 months Kushim“.

Maksud dari tulisan tersebut diperkirakan adalah “total 29,086 ukuran barley (keluarga padi-padian) diperoleh selama 37 bulan. Tertanda, Kushim.”

Pic 9
Kushim

 

Kushim diperkirakan sejenis titel atau bisa jadi nama individu. Belum jelas juga Kushim itu nama apa atau siapa. Kalau Kushim beneran nama seseorang, Kushim merupakan nama pertama dalam sejarah yang bisa diidentifikasi.

Nama pertama yang tercatat dalam sejarah adalah nama akuntan, guys! Bukan nabi, penyair, atau penguasa! Haha gak salah berarti gue dulu milih akuntansi pas kuliah.

Bab terakhir di bagian kedua buku ini membahas tentang imagined hierarchy.

Pic 10
Imagined Hierarchies

Beda masyarakatnya, beda jenis imagined hierarchies-nya. Di India, ada sistem kasta. Brahma, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Di Amerika, ada perbedaan ras, black and white. Trus ada juga perbedaan gender, pria dan wanita.

Jadi inget kata temen gue. Di Amrik, orang yang paling beruntung adalah lelaki-white-straight. Mereka berada di level paling atas di Amrik. Kalo lo cewek kulit hitam yang homoseksual,  lo termasuk di hierarki yang gak beruntung di Amrik.

Sementara gue cuma memenuhi 1 dari 3 kriteria itu. Gue bukan cowok. Ras gue Asian, bukan white Kaukasian. Cuma straight-nya doang yang masuk hitungan. Gak beruntung-beruntung amat dong ya gue haha.

Tapi se-gak beruntung-beruntungnya, itu masih jauh lebih baik dibanding jaman dulu.

Pic 11
Thanks, God!

Dulu cewek gak boleh voting, sekarang bisa. Dulu cewek gak bisa duduk di pemerintahan, gak boleh jadi hakim, sekarang boleh. Dulu cewek gak bisa milih mau nikah sama siapa, kalo sekarang bisa. (Dengan catatan lakinya juga mau sama lo ya. Kalo gak mau mah mana bisa milih, HAHA.)

Dulu cewek dianggap sebagai properti lelakinya;  entah itu suami, ayah, atau saudara lelakinya. Tapi sekarang, cewek itu independen. Bisa berdiri sendiri. Bukan properti dari siapa-siapa.

Thanks, God, gue lahir di jaman modern. Gue bukan properti siapa-siapa. Apa rasanya dianggap sebagai properti ya? Bisa dipindahtangankan gitu dong kalo properti?

Amit-amit jabang baby. *Ketok-ketok meja*

…..

Demikian cerita gue kali ini tentang Sapiens bagian kedua, Agricultural Revolution. Nanti gue lanjutin terus sampe selesai ya.

Promise you. *finger-crossed*

See ya. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s