Terdengar suara berderit tatkala Georgia mendorong pintu tua yang sudah keropos dimakan rayap. Bau apak menguar ketika ia menginjakkan kaki di pondok tak berpenghuni itu. Keadaan dalam pondoknya sangat gelap. Gadis kecil blasteran Inggris Sunda itu bahkan nyaris tak dapat melihat benda yang berjarak dua meter di hadapannya.
“Who’s there?” terdengar suara berat diiringi langkah kaki mendekat.
Georgia mematung ketika sang pemilik suara muncul.
Drakula. Lengkap dengan taring di mulutnya.
“Hi, Mr. Drakula,” sapa Georgia takut-takut, “kenapa kamu hidup di kegelapan seperti ini?”
Mr. Drakula menjawab dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata, “Saya… takut matahari….”
Si gadis kecil membelalak, “Hah? Kok sama seperti ibuku? Beliau juga takut matahari; apalagi kalau lagi diskon.”