Fiction and Imagination

b. Menyeberang atau Tidak Menyeberang

“1... 2... 3....” Dean menghitung sementara sepupunya Georgia mencari tempat persembunyian, “... 19... 20!” Tak terlihat siapapun ketika ia membuka mata. Hanya terdengar suara kodok bersahutan di sepanjang anak sungai tak bernama ini. Ke manakah Georgia? Apakah ia bersembunyi di sekitar sini atau malah di seberang? Arus yang deras membuat Dean ragu untuk melangkah di… Continue reading b. Menyeberang atau Tidak Menyeberang

Fiction and Imagination

a. Matahari yang Menakutkan

Terdengar suara berderit tatkala Georgia  mendorong pintu tua yang sudah keropos dimakan rayap. Bau apak menguar ketika ia menginjakkan kaki di pondok tak berpenghuni itu. Keadaan dalam pondoknya sangat gelap. Gadis kecil blasteran Inggris Sunda itu bahkan nyaris tak dapat melihat benda yang berjarak dua meter di hadapannya. “Who’s there?” terdengar suara berat diiringi langkah… Continue reading a. Matahari yang Menakutkan

Fiction and Imagination

V. Bahan Bakar Kangen

“Ngana jangan gila. Jangan suruh kita pikir-pikir itu persamaan yang ngana mau. Kita lagi capek sekali ini.” Kalabory merepet dengan logat Ambonnya yang kental. “Kalau ngana kangen, ya ngana teleponlah itu si Matahari. Jangan malah suruh-suruh kita bikin itu rumus kangen.” Kalabory masih mengomel dengan kecepatan tinggi. “Iya, Kal. Iya. Buset deh,“ kataku. Aku lalu… Continue reading V. Bahan Bakar Kangen

Fiction and Imagination

IV. Persamaan Polusi

Tak terasa ini sudah hari ketiga aku berlibur ke Nusa Tenggara. Well, sebenarnya terasa sih. Aku kangen Matahari. Sayangnya yang ada di sini hanyalah matahari dengan huruf m tidak dikapital. Bulat, panas, garang. Sudah gosong rupaku diterkam sinarnya. Tapi aku suka di sini. Bebas polusi. Tidak seperti Jakarta yang berdebu, yang membuat asmaku kerap kumat.… Continue reading IV. Persamaan Polusi

Fiction and Imagination

III. Sampah?

“Sampah banget gak sih?” sambil tertawa aku menceritakan kepada sahabatku mengenai gombalan lelaki yang mengajak lunch date tadi siang. “Jangan sampah-sampah gitulah. Ntar suka lho,” jawab Yogi. “Ya sukalah. Siapa yang enggak, coba?” dengusku sebal. “Lah kalo suka kenapa bilang sampah?” Yogi memiringkan kepalanya, menatapku bingung. “Hmm, jadi gini Gi. Saat cewek bilang ‘sampah banget… Continue reading III. Sampah?